BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Yayasan islam terpadu memiliki peranan penting dalam
membentuk generasi mendatang. Dengan adanya yayasan islam terpadu yang di dalam
nya di bangun pendidikan islam serta berbagai macam kegiatan dakwah dan sosial dan
bagian yang mendukungnya diharapkan dapat menghasilkan pribadi muslim yang
berkualitas, bertanggung jawab dan mampu meng-antisipasi masa depan untuk
membangun kembali peradaban umat islam. Yayasan islam dalam maknanya yang luas
senantiasa menstimulir, menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan umat
manusia. Selain itu, upaya yayasan islam
senantiasa menghantar, membimbing perubahan dan perkembangan pribadi
muslim yang benar dan berkualitas serta menjadi rahmat bagi kehidupan umat
manusia seluruhnya.
Peranan yayasan islam sebagaimana disebutkan di atas tidak
terlepas dari kedudukan pribadi muslim, baik sebagai hablum minallah, maupun
sebagai habluminannas. Sebagai hablum minallah , maka pribadi muslim harus
mengabdikan dirinya kepada Allah swt dan
menjalankan amanah dengan penuh tanggungjawab. Dan sebagai habluminannas maka
pribadi harus mengelolah sumber daya alam ini, mampu menjalin silaturahmi
dengan sesama manusia dengan baik. Oleh karena itu, yayasan islam terpadu bukan
hanya sekedar sebuah lembaga tempat
belajar dan mengajar serta fungsi sumber mencari pekrjaan semata tapi harus
mampu menjadi sebuah wadah yang di dalam nya terdapat banyak kegiatan yang pada
finishing nya menjadikan pribadi muslim yang berkualitas dan mampu bersaing
untuk membangun kembali peradaban islam.
Persepsi (gambaran) masyarakat
tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya
sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya
rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah. Padahal itu hanyalah satu aspek
saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang
muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur’an dan
Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi
acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
Usaha untuk mewujudkan diri menjadi Pribadi Muslim yang
sebenar-benarnya tidak dapat dilakukan dengan cara instan. Dalam usaha ini,
seseorang harus melakukan upaya-upaya pembenahan diri secara terus-menerus.
Karena itu, prosesnya sangatlah panjang. Salah satu faktor penting dalam
mewujudkan Pribadi Muslim yang sebenar-benarnya adalah keberhasilan seseorang
dalam membiasakan amalan-amalan yang melekat pada dirinya sehingga hal itu
menjadi ciri-ciri atau identitas pribadinya.
Hanya saja, dengan tanpa disadari, kita telah banyak
melewatkan waktu-waktu berharga untuk menjalani kebiasaan-kebiasaan positif
setiap hari. Padahal, kebiasaan merupakan aktivitas yang dilakukan
berulang-ulang sehingga pusat kendalinya bergeser dari otak sadar ke bawah
sadar. Aktivitas yang berada dalam kendali otak sadar memerlukan energi yang
lebih besar. Sedangkan, aktivitas yang berada dalam kendali otak bawah sadar
lebih ringan melakukannya dan energi yang diperlukannya juga lebih sedikit.
Bagaimanapun, kepribadian dan kualitas diri seseorang
dibentuk oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Apabila
kebiasaan-kebiasaan seseorang itu terbentuk oleh lingkungan di mana ia berada,
maka secara otomatis ia membentuk dirinya sebagaimana kebanyakan orang-orang
yang ada di lingkungannya. Tentu sangatlah beruntung apabila ia berada di
tengah-tengah orang-orang shaleh. Sebab, ia dapat memiliki kebiasaan-kebiasaan
yang menjadi ciri-ciri orang shaleh. Namun, apabila ia berada di lingkungan
orang-orang yang kurang peduli kepada tuntunan agama, maka kebiasaan yang akan
terbangun tentu juga akan jauh dari tuntunan agama.
Perlu diketahui bahwa situasi dan kondisi dunia tempat kita
tinggal sekarang ini jauh berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Perkembangan
teknologi informasi dan transportasi telah merubah dunia menjadi semakin terasa
kecil. Sekat-sekat geografis telah mencair. Dunia semakin tak berbatas, datar
dan tidak bulat lagi. Lingkungan pergaulan semakin majemuk. Adanya facebook, twitter dan teknologi internet
lainnya telah menjadikan lingkungan pergaulan mampu menjangkau orang di mana
saja dan kapan saja. Boleh jadi, seseorang telah bersahabat dengan orang yang
tinggal dengan jarak ribuan kilometer. Mereka dapat berkomunikasi secara
efektif, tetapi tidak mengenal siapa yang tinggal di sebelah rumahnya
masing-masing.
Kemajemukan lingkungan pergaulan dengan latar belakang yang
berbeda-beda di satu sisi bisa memperluas wawasan seseorang, tetapi di sisi
lain bisa menimbulkan bahaya. Oleh karena itu, kita harus cerdas memilih
lingkungan pergaulan yang sesuai dengan keyakinan dan cita-cita kita. Kalau
bercita-cita menjadi orang sukses, kita harus mencari teman-teman yang sukses.
Apabila ingin pintar, bertemanlah dengan orang-orang pintar. Apabila ingin berani,
bergaulah dengan pemberani. Apabila ingin jujur, bergaulah dengan orang-orang
jujur. Salah satu cara untuk melihat bagaimana keadaan seseorang dapat
dilakukan dengan melihat siapa saja yang menjadi teman-teman dekatnya.
Pilihan-pilihan tersebut tentu berada di tangan kita
masing-masing. Kita tidak boleh menyerahkan diri untuk mengikuti kebiasaan
orang-orang kebanyakan. Adalah suatu “kegilaan” seseorang yang mengharapkan
sukses tetapi melakukan hal-hal seperti yang dilakukan orang kebanyakan. Cita-cita
sukses haruslah diikuti dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang terbukti
mampu membawa kesuksesan seperti yang telah dipraktikkan oleh orang-orang
sukses lainnya. Kalau mau menjadi orang pintar, kita harus berkonsultasi dengan
orang-orang yang pintar dan melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka. Pastinya,
mereka terbiasa belajar dan membaca! Kalau kita mau jadi pengusaha sukses,
berkonsultasinya dengan pengusaha sukses, mengikuti petunjuk dan melakukan
kebiasaan-kebiasaan mereka. Kunci untuk mengetahui apa saja kebiasaan-kebiasaan
sukses yang mereka lakukan, kita bisa berkonsultasi dengannya!
Lantas, bagaimana dengan cita-cita seseorang yang ingin
menjadi penghuni surga? Syaratnya, ketika hidup di dunia kita mesti berjuang
dan berproses menjadi “Pribadi Muslim yang sebenar-benarnya”. Idealnya, seperti
pribadi Rasulullah Muhammad SAW. Untuk itu, kita harus berkonsultasi dengan
Beliau dan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang telah dicontohkan. Persoalannya,
kebiasaan-kebiasaan Rasulullah amatlah banyak. Lantas, dari mana kita mulai?
Seorang pribadi muslim sejati dapat di lihat dari pribadi Rasulullah
SAW, karena hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW
selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah
shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal
beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas
namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup
keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang
tertinggi.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa pengertian kepribadian?
- Bagaimana kepribadian muslim
dalam perspektif psikologi pendidikan Islam?
- Apa saja
struktur kepribadian muslim?
- Bagaimana ciri – ciri kepribadian muslim?
- Apa Peran
dan Karakteristik
Lingkungan Yayasan
1.3 Tujuan
dan Kegunaan penelitian
Atas
dasar perumusan masalah tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
1. Untuk
mengetahui pengertian kepribadian.
2. Untuk mengetahui
kepribadian muslim dalam perspektif psikologi pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui maksud dan apa saja struktur kepribadian muslim.
4. Untuk mengetahui ciri – ciri kepribadian muslim.
5. Untuk mengetahui peran dan karakteristik yayasan Assyifa
Al-khoeriyyah dalam membetuk pribadi muslim.
Kegunaan penelitian ini di harapkan
dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarkat umum nya dan masyarakat
disekitar Assyifa khususnya.
1.4 Asumsi
Sekiranya kita hendak berbicara
tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara
mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup
hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita
berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat
indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan
kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk
pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai
dan mencintai prestasi!
Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya.
Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi,
shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal
yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga
keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya.
Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan
kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah
Azza wa Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu
suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat
Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)
Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul
dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita
mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam
menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata
prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali
terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang
sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya
hingga akhir zaman.
Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak
lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi.
Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa
yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan
yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa
andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan
kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan
kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.
Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi
kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa
dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki
kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin
kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.
Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat
terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa
yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan
duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian
terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.
Misalnya saja shalat, "Qadaflahal mu’minuun. Alladziina hum fii
shalaatihim" (QS. Al Mu’minuun [23] : 1-2). Amat sangat berbahagia serta
beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya. Artinya, shalat yang terpelihara
mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya.
Sebaliknya, "Fawailullilmushalliin. Alladziina hum’an shalatihim
saahuun" (QS. Al Maa’uun [107] : 4-5). Kecelakaanlah bagi orang-orang yang
lalai dalam shalatnya!
Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa
Jalla berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun
tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata
karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala
amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan
ukhrawi.
1.5
Metodologi Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini memerlukan sejumlah data kualitatif
dan teknik pengumpulan data yang cukup komplek.
Adapun langkah-langkah penelitian ini
sebagai berikut :
1. Penentuan
Pendekatan Penelitian dan jenis data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitataif,karena data yang dicari adalah data deskiptif berupa kata-kata
tertulis.
2. Penentuan
sumber data
Penulis menentukan sumber dengan menggunakan buku- buku,makalah- makalah,
dan referen lainnya yang sekiranya behubungan erat dengan permaslahan yang
penulis teliti.
3.Penentuan
Metode Penelitian dan Teknik pengumpulan data
Metode
penelitan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
deskriptif-komperatif .Yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau
karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.
Yang menjadi populasi dan sampel adalah HRD dan guru tahfid, karyawan klinik dan murid di .............
Sedangkan menegenai teknik pengumpulan
data yaitu :
1. Studi
kepustakan ,dimana referensi – referensi diambil dari buku –buku ilmiah atau makalah – makalah yang berhubungan
dengan penelitian tersebut.
2. Observasi
langsung, yaitu dengan melakukan pengamatan yang dijadikan lokasi penilitan guna mendapatkan
data yang diperlukan.
3. Wawancara,
yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan responden yang
ditelti.
4.Dokumentasi,
yaitu pengumpulan data dengan cara merangkap dokumen sejarah.Analisis dokument
ini juga meliputi data-data atau teks dari media cetak dan elektronik yang
berhubungan dengan penelitian.
1.6 Lokasi Dan Sampel Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di .............................. Alasan Penulis memilih lokasi
ini karena penulis mengajar di tempat
tersebut sehingga memudahkan penulis untuk melakukan penelitian.
Sampel penelitian adalah HRD dan guru tahfid, karyawan klinik
dan murid di .................